ACCELERATION PROGRAM OF NATIONAL SUGAR SUFFICIENCY THROUGH ADDITIONAL SUGARCANE PLANTATION AREAS IN FOREST AREAS BY PRIVATE BUSINESS ENTITIES
To materialize the national sugar self-sufficiency program for ensuring food security as well as biofuel energy security by increasing bioethanol production from sugarcane production, President Joko Widodo enacted Presidential Regulation Number 40 of 2023 concerning the Acceleration of National Sugar Self-Sufficiency and the Provision of Bioethanol as Biofuel (“Presidential Decree 40/2023“). This regulation aims to accelerate of national sugar self-sufficiency by carrying out improvements in agricultural practices (comprising of practices in nurseries, planting, plant maintenance, and slash and carry), expansion of new sugarcane plantation areas amounting to 700,000 (seven hundred thousand) hectares, upgrading sugar factories to achieve capacity and quality yield of 11.2%, and increasing the production of bioethanol sugarcane plants.
Any private business entities established in Indonesia (“Private Company”) can propose to the Government of Indonesia and through the Ministry of Environment and Forestry (“MEF”) can obtain lands for sugarcane plantation. These private companies shall be in the form of limited liability company having 01140 as their Standard Industrial Classification (“SIC”) (in Indonesia referred to as KBLI). This KBLI 01140 is designated for sugarcane plantations. MEF will provide land to the private business entities for sugarcane plantation in the forest area under the following methods: forest area release, forest area use, and forest area utilization. The table below provides summary of the above 3 (three) methods to procure forest area for sugarcane plantation:
No | Description | Forest Area Release | Forest Area Use | Forest Area Utilization |
1 | Definition | Forest area release is the change in the designation of productive forest area to non-forest area. | Forest area use is to use a certain part of the forest area for purposes outside of the forestry activities. | Forest area utilization includes activities for: – Utilization of the area, (for example for food estate); – Environmental service utilization business (for example water intake); – Timber forest product utilization business (for example teak wood for furniture); – Non-timber forest product utilization business (for example palm, leaf, fruit); and – Others. |
2 | Type of Forest Area | Unproductive forest area. | 1. Productive forest. 2. Protected forest. | 1. Productive forest. 2. Protected forest. 3. Conservation forest. |
3 | Time period | For a period in accordance with the granted land title. | 20 years (can be extended) for agricultural activities in the context of food estate | 90 years with carrying out at least 2 (two) activities. |
This acceleration of national sugar self-sufficiency program to be implemented by increasing sugarcane plantation areas in forest areas with application submitted through the Online Single Submission (OSS) system and shall be accompanied with the following documents:
- Statement of commitment
Documents required to be attached to the applicant’s statement of commitment include: documents on the zoning of the forest area being applied, a commitment to complete environmental approvals, evidence of payment for non-tax state revenue (PNBP), and other supporting documents required based on the type of application; and
- Technical requirements
Technical requirement documents include: proposal, application map, technical recommendation from the relevant Governor having jurisdiction over the relevant forest area being applied, technical consideration from the State Owned Enterprises PT Perum Perhutani (“Perhutani”) for application covering forest areas within Perhutani’s area, and other supporting documents required based on the type of application.
This newsletter is for informational purposes only and solely intended to provide general information and should not be treated as legal advice, nor shall it be relied upon by any circumstance or create any relationship. All summaries of the laws, regulation and practice in the contents are subject to change. Specific legal advice should be sought by interested parties to address their particular circumstances.
If you have any question and/or wish to discuss further about the above, please reach out to Cylvie at cylvie@sapartnerslaw.com and/or Dimas dimas@sapartnerslaw.com.
PROGRAM PERCEPATAN SWASEMBADA GULA NASIONAL MELALUI PENAMBAHAN AREAL PERKEBUNAN TEBU DI KAWASAN HUTAN OLEH BADAN USAHA SWASTA
Bahwa dalam rangka mewujudkan swasembada gula nasional untuk menjamin ketahanan pangan (food estate) serta dalam rangka mewujudkan ketahanan energi bahan bakar nabati melalui peningkatan produksi bioetanol yang berasal dari produksi tebu, Presiden Joko Widodo memberlakukan Peraturan Presiden Nomor 40 tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol sebagai Bahan Bakar Nabati (Biofuel) (“Perpres 40/2023”). Perpres 40/2023 ini menargetkan percepatan swasembada gula nasional dengan menjalankan perbaikan praktik agrikultur (pembibitan,penanaman, pemeliharaan tanaman, dan tebang muat angkut), penambahan areal lahan baru perkebunan tebu seluas 700.000 (tujuh ratus ribu) hektar, peningkatan pabrik gula sehingga dapat mencapai kapasitas dan kualitas rendemen sebesar 11,2%, dan peningkatan produksi bioetanol yang berasal dari tanaman tebu.
Penambahan areal lahan perkebunan tebu sebagaimana ditargetkan oleh pemerintah dapat diperoleh oleh badan hukum swasta melalui lahan di kawasan hutan yang diberikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan cara 3 (tiga) cara yaitu: perubahan peruntukan kawasan hutan, penggunaan kawasan hutan, atau pemanfaatan kawasan hutan. Badan hukum swasta yang dimaksud adalah badan hukum berbentuk perseroan terbatas yang didirikan di Indonesia berdasarkan hukum Indonesia yang memiliki Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) dengan nomor 01140 untuk KBLI perkebunan tebu.
Tabel dibawah menjelaskan secara ringkas ketiga cara perolehan lahan di kawasan hutan:
No | Keterangan | Pelepasan Kawasan Hutan | Penggunaan Kawasan Hutan | Pemanfaatan Kawasan Hutan |
1 | Definisi | Pelepasan kawasan hutan adalah perubahan peruntukan kawasan hutan produksi menjadi bukan kawasan hutan. | Penggunaan kawasan hutan adalah penggunaan atas sebagian kawasan hutan untuk kegiatan di luar kehutanan. | Pemanfaatan hutan meliputi kegiatan untuk: – Usaha pemanfaatan kawasan (salah satunya untuk ketahanan pangan). – Usaha pemanfaatan jasa lingkungan (salah satunya pemanfaatan air). – Usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (salah satunya pohon jati) – Usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu. (salah satunya seperti getah, nipah, aren, daun, buah-buahan) – Usaha pemungutan hasil hutan kayu (salah satunya pemungutan hasil hutan kayu jati, kayu bakau, kayu meranti) – Usaha pemungutan hasil hutan bukan kayu (kegiatan pemungutan hasil hutan bukan kayu pada hutan produksi hanya boleh dilakukan oleh masyarakat di sekitar hutan). |
2 | Tipe kawasan hutan | Hutan produksi yang sudah tidak produktif. | 1. Hutan produksi. 2. Hutan lindung. | 1. Hutan produksi. 2. Hutan lindung 3. Hutan konservasi |
3 | Jangka waktu | Diberikan sesuai jangka waktu Hak Guna Usaha (HGU) dengan jangka waktu 35 tahun dan diperpanjang 25 tahun, serta dapat diperbarui untuk jangka waktu 35 tahun. | 20 tahun untuk kegiatan pertanian dalam rangka ketahanan pangan dan dapat diperpanjang. | 90 tahun dengan melakukan kegiatan paling sedikit 2 (dua) dari ke 6 (enam) kegiatan diatas. |
Percepatan swasembada gula nasional dengan melakukan penambahan areal perkebunan tebu di lahan kawasan hutan dapat diajukan dengan tata cara sebagai berikut:
Permohonan pelepasan, penggunaan, dan pemanfaatan kawasan hutan diajukan oleh badan usaha swasta melalui sistem Online Single Submission (OSS) dengan melampirkan persyaratan:
- Pernyataan komitmen; dan
- Persyaratan teknis.
Dokumen persyaratan pernyataan komitmen meliputi: dokumen tata batas areal yang dimohonkan, komitmen untuk menyelesaikan persetujuan lingkungan, menyelesaikan pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), dan lain-lain tergantung dari jenis permohonan yang diajukan.
Dokumen persyaratan teknis meliputi: proposal, peta permohonan, rekomendasi teknis Gubernur terkait di daerah kawasan hutan, pertimbangan teknis Perusahaan Umum Perhutani dalam hal permohonan berada dalam wilayah kerja Perusahaan Umum Perhutani, dan lain-lain tergantung dari jenis permohonan yang diajukan.
Buletin ini hanya untuk tujuan informasi dan semata-mata dimaksudkan untuk memberikan informasi umum dan tidak boleh dianggap sebagai nasihat hukum, juga tidak boleh menjadi dasar dalam keadaan apa pun atau menciptakan hubungan apa pun. Semua ringkasan hukum, peraturan, dan praktik yang ada di dalamnya dapat berubah sewaktu-waktu. Nasihat hukum yang spesifik harus diperoleh oleh pihak yang berkepentingan untuk menangani masalah mereka.
Jika anda memiliki pertanyaan dan/atau ingin mendiskusikan lebih lanjut tentang hal di atas atau untuk mendiskusikan dampak perkembangan hukum dan komersial dalam kasus khusus Anda, silakan menghubungi Cylvie (cylvie@sapartnerslaw.com) dan Dimas (dimas@sapartnerslaw.com).